Versi Rapi
Hey, O!
Hey kamu! Iya, kamu, yang menunjukkan bahwa kebebasan adalah hembusan angin yang mengalir di sela-sela jemari yang terbuka saat kita berkendara. Yang mengatakan bahwa senja yang merona bukan untuk dibagi bersama. Yang selalu punya seribu makna dalam satu tanya, "apa kabar?"

Selamat ya..

Menyesal itu bisa sesimpel ketika kita memutuskan untuk gak bawa headset tapi tiba-tiba terlintas keinginan untuk mendengarkan lagu-lagu kesukaanmu. Lagu-lagu yang dulu selalu kuhina, sama seperti kamu yang nggak pernah setuju lagu pilihanku. Dan merelakan itu kadang serumit ketika kita menghapus foto-foto di ponsel dalam rentang waktu tertentu sambil berpura-pura itu bisa membuat kita melupakan kenangan tertera di sana. Padahal kita sama-sama tau, momen ketika kita tanpa sengaja bertemu dan berujung pada obrolan tanpa jeda di sendunya malioboro pada dini hari itu akan selalu ada, meskipun saat itu kita nggak berfoto bersama.

Hey kamu, si penakut yang memiliki keberanian luar biasa untuk menentang semua stigma. Nggak nyangka ya. Kamu, yang dulu sering bilang ingin hidup sendiri tanpa terikat komitmen pernikahan, akhirnya mengundangku untuk menyaksikan keputusan paling berani yang pernah kamu ambil dalam hidupmu. Gimana ceritanya sampai kamu berubah pikiran? Apakah kamu akhirnya sepakat denganku tentang argumen-argumen itu, ataukah seperti biasanya, kamu mendapatkan jawabanmu saat duduk sendirian menikmati keramaian kota yang belum pernah kamu singgahi sebelumnya? Dan pertanyaan besarmu tentang kenapa kamu dilahirkan di dunia, sepertinya sembilan bulan lagi kamu akan menjawabnya sendiri. Selamat ya.

Ini semua begitu lucu ya. Kamu masih ingat kapan pertama kali kita kenal? Empat tahun yang lalu, atau lima? Romansa-romansa yang waktu itu kita anggap tak bermakna. Masa-masa yang  membuatku percaya bahwa musuh bebuyutan memang ada di dunia nyata. Nggak terhitung berapa kali kita saling menjatuhkan pribadi, berakhir dengan saling mencaci. Meskipun anehnya nggak pernah membuat kita saling benci, malah mengulanginya lagi dan lagi. Atau ketika kamu sesekali telepon di tengah malam dan terisak sambil menceritakan hari berat yang baru kamu lalui. Atau saat aku menemanimu menulis puisi-puisi yang sebenarnya nggak pernah kumengerti. Dan hal-hal kecil lainnya yang kuanggap biasa. Setidaknya itu yang aku pahami tentang kita, sebelum akhirnya lima tahun yang seolah nggak bermakna itu terangkum dalam tiga bulan yang ternyata akan menyimpulkan semuanya.

Kamu, si bawel yang nggak pernah memberi jeda ketika bercerita. Namun bisa diam seribu bahasa masalah rasa. Apa kabar? Lama tak kudengar darimu. Kamu masih ingat, waktu kamu membawa buku kesukaanmu untuk kubaca, dan aku menertawakannya? Yang akhirnya kamu mengacuhkanku berhari-hari lamanya? Kamu harus tau, akhirnya aku membacanya lho. Kamu masih ingat ketika kamu bilang kalau perasaan itu nggak akan pernah hilang? Hanya terlupakan, namun saat kita mencarinya kembali ia selalu ada di dalam hati. Kamu tau, sekarang aku pikir kamu benar.

Ah, rasanya masih banyak lagi cerita yang ingin kubagi. Tapi kini sekat itu telah berdiri kan, membagi kita menjadi kamu dan aku. Walaupun kamu bilang takkan pernah seperti itu. Memang tak perlu ada label untuk "kita", kuharap kamu setuju. Kita sudah mengerti apa artinya saat bertanya dalam hati. Kita memang dua garis yang takkan bisa beriringan, sejak dulu kita sama-sama tau, meski kita tak pernah berdiskusi tentang itu. Dan tentang tiga bulan yang menyimpulkan semuanya, mungkin itulah persilangan garis kita, sebelum akhirnya jarak kembali membuka. Hanya masalah waktu sebelum ini berubah menjadi "saya" bukan "aku", iya, seperti puisi itu.

Hey, kamu, selamat untuk hidup yang baru. Waktu telah berkata, saatnya menjalani realita. Mempertemukan rasa dan logika pada rela. Mungkin kamu takkan menemukan kita disana, tapi percayalah, itu hanya satu mimpi yang telah terlaksana. Sisanya ada di luar sana, menunggumu datang meraihnya. Sampai jumpa.

Sunday, December 16, 2018
No comments :

Post a Comment