Pare-pare, 22:55. Berlatarkan kerlip lampu dermaga di kejauhan, bulan yang nyaris bulat sempurna berwarna kemerahan dan bintang-bintang yang bersinar jelas di keremangan cahaya lampu teras. Secangkir kopi toraja pekat, dan kucing-kucing liar teman berbagi snack.
Dan si bapak sebelah gue bilang "jas hitam baru, baju baru, sepatu baru, cukuplah. Acaranya di rumah, kamu tinggal naik panggung, duduk di pelaminan, dan melihat tamu-tamu berdatangan dengan wajah ceria. Keluarga besar, tenan-teman, tetangga-tetangga, yang jauh-jauh, semuanya berkumpul merayakan."
Nampaknya si bapak sudah bisa membayangkan dengan jelas hari pernikahan gue yang bahkan gue sendiri belum kebayang bagaimana, dimana, atau sama siapa -_-
Tiga tahun yang lalu, Pare-Pare itu cuma jadi legenda antara gue dan teman-teman di PPS BRI sebagai daerah tak terjamah nun jauh disana yang selalu muncul dalam doa kami. Semoga nggak dapet penempatan di sana. Tapi sekarang, kota ini terasa seperti hanya berjarak beberapa langkah dari rumah.
Well sometimes i just cant believe how easy the time flips our mind. Sometimes we call it wrong for something we didnt know. Sometimes we judge people so easily just because we've never been there.
You said it was easy for me.
You just didnt know.
You just didnt know.
Hoahmmm, suasana cozy ala pare-pare emang paling jago bikin otak jadi flashback -_-
Tuesday, November 11, 2014
9:55 PM
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete