Versi Rapi
Ke Gunung Atau ke Pantai? Ke Krakatau!

Okay, judulnya rada kurang. Yang bener itu "Anak Krakatau", karena Gunung Krakataunya sendiri sudah meletus dan hilang sejak 1883. Tapi disini gue sebut Krakatau saja biar lebih simpel.

Biasanya, secara umum ada dua tipe backpacker. Backpacker aliran pantai, dan satu lagi backpacker aliran gunung.  Biasanya kalo sudah jatuh cinta sama pantai, cenderung malas naik gunung. Dan sebaliknya, buat backpacker aliran gunung, pantai itu dimana-mana kelihatan sama saja. Gue sendiri sih termasuk aliran pantai, yang nganggep tiap-tiap pantai itu punya nuansa yang berbeda-beda, walaupun karakternya sama.

Nah kalau orang-orang denger nama Krakatau, yang dibayangkan pasti gunung tinggi yang berada di antara Pulau Jawa dan Sumatera. Tapi kalo para backpacker denger nama itu, dua-duanya, baik aliran gunung ataupun pantai bakal sepakat: Krakatau itu bukan gunung, tapi pantai. 
Loh kok bisa?

Well buat gue Krakatau itu masuk list "must visit" level dua. Nggak wajib, tapi kalo ada kesempatan harus diprioritaskan. Kenapa? Karena backpackeran ke Krakatau susah, kita harus bawa orang sekampung. Secara untuk sampai di sana kita harus sewa kapal nelayan besar yang muat 30 orang seharga 2 jutaan sehari. Sehari loh, padahal di sana waktu sehari nggak mungkin cukup. Memangnya nggak ada kapal kecil? Enggak, karena berlayar dari Lampung ke Pulau Krakatau yang jaraknya  sama dengan Merak Banten ke Bakauheni Lampung  plus arus yang kencang itu sama dengan bunuh diri.

Enaknya backpackeran jaman sekarang tuh nggak perlu ribet ngumpulin orang, nggak perlu baca-baca FR orang dan buka peta buat nyusun itin, open trip sudah menjamur dimana-mana. Tinggal bbm, packing, berangkat. Beberapa waktu yang lalu temen satu instansi gue di Bandung tiba-tiba ngirim link open trip ke Krakatau dari forum biru putih. Langsung gue iyain. 

Dari Jakarta, untuk sampai ke Krakatau ada dua jalur yang bisa dilewati. Pertama, dari Tanjung Lesung, Banten, Jawa Barat. Yang kedua via Lampung Selatan. Jaraknya kurang lebih sama, tapi via Lampung Selatan lebih seru, karena bisa sambil island hopping, snorkeling, dan bermalam di Pulau Sebesi, pulau terdekat dari Krakatau. Sementara kalau lewat Tanjung Lesung nggak ada pulau-pulau kecil yang bisa disinggahi, nggak ada tempat bermalam, jadi harus ngecamp di Krakatau.

Untuk sampai ke Krakatau via Lampung Selatan sendiri nggak susah. 

Rutenya kurang lebih begini:
  • Dari Terminal Kampung Rambutan Jakarta atau Terminal Leuwipanjang Bandung ambil bus jurusan Pelabuhan Merak Banten. Busnya beroperasi 24 jam, dengan jarak tempuh 3 jam dari Jakarta atau 6 jam dari Bandung.
  • Merak - Bakauheni via kapal ferry yang beroperasi 24 jam dengan jarak tempuh sekitar 3 jam. Bagusnya sih start dari Merak sekitar pukul 2 pagi, agar bisa memulai trip sepagi mungkin.
  • Pelabuhan Bakauheni ke Pelabuhan Canti via angkot, dengan jarak tempuh sekitar 90 menit.
  • Pelabuhan Canti - Pulau Sebesi - Krakatau via kapal nelayan sewaan.

Day 1

Sabtu pukul 6 pagi akhirnya kami sampai di Pelabuhan Canti bersama para peserta open trip lain setelah melalui perjalanan 11 jam yang melelahkan dari Bandung ke Lampung Selatan. Tujuan utama kami hari pertama adalah Pulau Sebesi, tempat kami akan bermalam. Tapi tentunya nggak langsung ke Pulau Sebesi melainkan mampir dulu ke Pulau Sebuku untuk snorkeling dan bermain di pantai. Kesan pertama gue ngelihat Pulau Sebuku nggak telalu awesome. Cuma pulau tanpa penghuni biasa yang penuh dengan tebing dan semak di sepanjang pinggiran pulau. Tapi ternyata kapal kami nggak bener-bener berhenti di Pulau Sebuku, tapi di sebuah pulau kecil yang terpisah yang berada tepat di sisi Pulau Sebuku. Berbeda dengan Pulau Sebuku, pulau kecil tak bernama yang memiliki ukuran nggak lebih dari 2 hektar ini punya pantai yang lumayan di salah satu sisinya. Di sinilah kami berhenti sejenak untuk bermain air, snorkeling, dan mandi-mandi.



Dari pulau kecil kami melanjutkan 1 jam perjalanan ke pulau utama, Pulau Sebesi. Berbeda dengan Sebuku, Sebesi merupakan pulau yang landai dan berpenghuni. Di pulau ini terdapat sebuah kampung yang cukup besar, lengkap dengan dermaga, rumah-rumah permanen, dan bahkan sekolah dasar. Listrik pun ada, walaupun hanya menyala antara jam 6 sore hingga jam 12 malam. Untuk penginapan, ada bangunan-bangunan kecil di pinggir pantai yang bisa disewa. Rombongan kami sendiri menyewa beberapa rumah warga di kampung karena pada saat itu penginapan-penginapan di pinggir pantai sudah penuh terpakai oleh rombongan lain. 

Setengah hari berikutnya kami habiskan untuk snorkeling di sekitar Pulau Umang, sebuah pulau kecil lain di dekat Sebesi, dan kemudian berkeliaran menjelajahi pulau tersebut. Baru di pulau ini gue ngerasa sedikit wow. Pulau ini sama kecilnya dengan pulau pertama di dekat Sebuku, namun dengan kontur yang jauh lebih cozy. Pulau ini memiliki dua buah pantai kecil dengan karakter yang jauh berbeda di kedua sisinya. Di satu sisi pulau terdapat sebuah pantai mungil dengan pasir yang putih dan garis pantai yang sangat landai. Dengan air laut yang berwarna turquoise bening, terlihat jelas dasar pantai ini sangat bersih tanpa batu maupun terumbu.

Sementara di sisi pulau lainnya, pantainya benar-benar berbeda. Hamparan pasir putih berhiaskan batu-batu besar yang sedikit terendam air laut. Dasar pantainya penuh dengan terumbu-terumbu cantik yang kalau ingin menyentuhnya kita cukup berenang di atasnya dan menjulurkan tangan ke bawah.

Satu lagi yang keren dari pulau ini adalah sunsetnya. Dari pulau ini kita dapat menikmati matahari tenggelam di balik Bukit Sebesi. Bukit yang menjulang di depan mata berpadu dengan riak-riak kecil ombak yang menyapu bibir pantai merupakan pemandangan yang jarang ditemukan di tempat lain. Ditambah dengan latar belakang langit yang merah keemasan dan matahari yang turun ke balik bukit di ufuk barat membuat tempat ini makin terasa spesial. Tiba-tiba gue teringat peribahasa "asam di gunung dan garam di laut bertemu di kuali". Mungkin sudah saatnya bagian terakhir peribahasa itu dirubah menjadi "bertemu di Krakatau" :D 


Selepas sunset kami pulang kembali ke Sebesi. Untuk mengisi waktu kosong di malam hari, para empunya open trip sudah menyiapkan acara menerbangkan lampion. Iya, pelepasan lampion seperti yang dilakukan di Borobudur tiap perayaan Waisak. Belakangan ini acara pesta lampion begini memang lagi marak-maraknya dilakukan di open trip semacam ini. Kayaknya film "Java Heat" sukses mempromosikan acara pelepasan lampion di kalangan backpacker begini. 



Day 2

Kalau diibaratkan dengan naik gunung, seharian kemarin itu ibaratnya trekking dari kaki gunung ke pos terakhir, sementara hari ini adalah summit attacknya. Iya, di hari kedua ini acara utama dimulai: berlayar ke Krakatau. Dan sama seperti summit attack biasa, perjalanan dimulai pada dini hari. Bedanya kalau summit attack beneran kita mendaki menaklukkan batu-batu lepas dan kerikil, disini kita menaklukkan ombak dan arus yang keras, tiupan angin malam yang kencang, dan sensasi mabuk laut berjamaah yang menggila. 

Pukul setengah empat pagi kami sudah berada di atas kapal, dengan harapan dapat memandangi sunrise dari puncak Pulau Krakatau. Dengan badan yang masih capek dan mata yang masih setengah terpejam kami disuguhi 2,5 jam berlayar di malam hari dengan kondisi ombak yang diluar dugaan kami. Angin yang dingin dan kencang, kapal yang oleng kesana-kemari, hingga air laut yang berkali-kali membanjiri dek setiap kali kapal miring membuat kondisi kami makin nggak keruan. Celana yang basah, tiupan kencang yang bikin masuk angin, dan goncangan keras kapal membuat hampir semua orang mabuk laut (kecuali kapten, para awak kapal, dan gue tentunya :p)


Tapi dua setengah jam kemudian, semua itu terbayarkan. Kapal mulai memasuki daerah dengan air yang tenang. Di kejauhan, dari balik suasana yang remang-remang mulai terlihat beberapa puncak gunung mencuat keluar dari permukaan laut. Anak-anak si Krakatau. Di ufuk timur, matahari mulai menampakkan wujudnya, menandakan kalau perjalanan kami beruburu sunrise telah gagal.


Tapi sebagai gantinya, kami bisa menikmati megahnya puncak Anak Krakatau berdiri di tengah-tengah damainya suasana pagi hari. Itu dia puncak yang akan kami jajah beberapa saat lagi.


Kapal merapat di salah satu pulau. Dengan segera kami melompat turun dari kapal. Mabuk laut yang beberapa saat lalu kami rasakan sekarang sudah terlupakan, berganti dengan kekaguman atas uniknya suasana pulau itu. Sebuah puncak gunung lengkap dengan hutan pinus dan pasir serta batu lepasnya, berada tepat di bibir pantai. Iya, puncak gunung yang ada di pantai, sebuah pemandangan yang sangat jarang ditemui. 

Nggak butuh waktu lama, cukup setengah jam kami mendaki untuk mencapai puncak. Memang tingginya nggak bisa dibandingkan dengan puncak gunung yang sebenarnya, namun pemandangan dari atas Pulau Krakatau nggak kalah menakjubkan. Di kiri kanan terlihat anak-anak Krakatau lain, yang membuat kita membayangkan bahwa dulu, dua ratus tahun yang lalu terdapat sebuah gunung yang sangat besar yang menyatukan puncak-puncak gunung yang sekarang terlihat. Krakatau.




Turun dari puncak, kami masih menyempatkan diri untuk snorkeling di pulau sebelah sebagai acara penutup. Namun cantiknya terumbu bawah laut dan ikan warna-warni tetap nggak sanggup mengalihkan pikiran kami dari indahnya puncak yang baru saja kami naiki. Goodbye Krakatau, till we meet again!
Saturday, November 22, 2014
No comments :

Post a Comment