Versi Rapi
7 Tahun, Sisa Usia Si Cantik Samalona



Hari ketiga di Makassar kami habiskan untuk island hopping di kepulauan di dekat kota.

Ini yang menurut saya sangat menarik dari Kota Makassar. Di dekat pusat kota ada kepulauan! Kok bisa? Iya, kota ini memang berada di pinggir laut. Dan di laut di sekitar situ terdapat kepulauan yang bernama Spermonde, dengan 11 pulau kecil yang bisa dikunjungi.

Untuk island hopping pun caranya sangat mudah. kita tinggal menyeberang jalan dari depan Benteng Fort Rotterdam. Ada dermaga kecil di sana, yang penuh dengan kapal nelayan yang bisa disewa. Di perairan sekitar situ terdapat banyak pulau kecil yang bisa dikunjungi. Banyak yang padat penduduknya, namun ada juga pulau-pulau kosong yang masih alami. Pulau Samalona dan Pulau Kayangan misalnya. Kedua pulau tersebut hanya memilik luas 3-5 hektar, tapi penduduknya padat banget. Untuk pulau kosongnya, ada Pulau Kodinareng Keke, yang ukurannya hanya 10 menit mengelilingi pulau dengan berjalan kaki.

Penginapan kami terletak di daerah Pantai Losari. Untuk mencapai Benteng kami naik taksi yang tarifnya nggak sampai 10ribu. Sampai di Benteng kami sempat foto-foto sebentar, sambil menunggu seorang teman lagi, Mbak Ade namanya. Mbak Ade ini solo traveler yang kemarin ketemu di Rammang-Rammang. Karena kebetulan jadwal eksplore Torajanya sudah selesai, akhirnya Mbak Ade memutuskan untuk nyusul kami ke Makassar, dan gabung untuk island hopping di sekitar kota.
Setelah ketemuan, kami bertiga segera menuju dermaga untuk menyewa kapal. Dermaganya sendiri terletak tepat di seberang jalan dari pintu masuk Benteng. Jadi tinggal nyeberang jalan, lalu siap-siap dikerubungi para nelayan yang menawarkan kapal.

Harga sewa kapal di sini cukup mahal. Rp 500.000 untuk menyeberang ke 2 pulau, Samalona dan Kodingareng Keke. Sementara untuk 3 pulau (Samalona, Kodingareng Keke, dan Pulau Kayangan) dipatok harga Rp 700ribu. Keduanya belum termasuk sewa peralatan snorkling. Padahal jarak antar pulau nggak begitu jauh, cuma sekitar 15 menitan. Karena agak keberatan dengan harganya, kami memutuskan untuk menunggu pengunjung lain. Barangkali saja ada yang mau diajakin sharing cost kapal :D

Sekitar setengah jam menunggu, kami cuma dapat tambahan 1 orang. Agaknya kami datang terlalu pagi. Jam baru menunjukkan pukul 08:30 padahal menurut para nelayan di sana pengunjung baru ramai sekitar jam 10 pagi. Karena malas menunggu lama, akhirnya kami sepakat untuk berangkat saja. Kami bertiga, plus 1 orang tambahan bernama Abdi yang jadi anggota baru kami.

Tujuan awal kami adalah Samalona, pulau kecil yang super duper padat penduduknya. Memang di antara pulau-pulau lain di sekitar sini Pulau Samalona adalah salah satu pulau yang paling dikenal, selain Pulau Kayangan tentunya. Mungkin karena pulau ini memang punya beberapa keunikan tersendiri dibanding pulau-pulau lainnya. Pulau ini sebenarnya pulau privat yang dikomersialkan. Dimiliki oleh 7 orang bersaudara, pulau ini bener-bener dimaksimalkan untuk kepentingan pariwisata. Bahkan TERLALU dimaksimalkan, menurut saya. Kenapa? Nanti deh saya ceritakan. Yang pasti pulau kecil ini dipenuhi dengan penginapan, restoran, tempat makan, dan tempat bersantai di setiap meter tanahnya. Semuanya dikelola oleh keluarga besar keturunan dari 7 bersaudara tadi. Satu lagi keunikan pulau ini, diperkirakan pada tahun 2020 nanti pulau ini akan menghilang ditelan oleh ombak. Kok bisa? Iya, beberapa tahun yang lalu luas pulau ini sekitar 6,7 hektar. Namun semakin kesini semakin menyusut terkikis ombak, hingga tahun kemaren pulau ini cuma tersisa sepertiganya saja, yaitu 2,2 hektar. Jika abrasi terus berlanjut seperti sekarang, maka sekitar tahun 2020 nanti pulau ini dipastikan akan habis tersapu ombak. Sayang sekali yah.


Untuk memulai island hopping, kita dipastikan harus ke Pulau Samalona terlebih dahulu. Karena memang semua peralatan seperti snorkling gear dan lifevest harus disewa di sana. Begitu juga dengan kami, kapal kami pertama kali diarahkan menuju pulau itu. Sampai disana kami rada aneh. Ada beberapa hal yang janggal di situ, khususnya untuk harga-harga di sana yang sangat melangit. Awalnya kami ditawari harga yang cukup tinggi untuk menyewa peralatan snorkling. 25ribu rupiah per itemnya! Bahkan untuk lifevest dan tangga kapal pun kami harus menyewa. Itu konyol, yang harusnya sudah jadi standar keselamatan untuk kapal kok disewakan. Protes ke kapten kapalnya, kami cuma dapat jawaban "kalo saya sediakan, nanti saya dimarahin warga di Samalona" -___-

Yang aneh lagi, tau berapa harga toilet untuk bilas disana? 10-15ribu! Bahkan dari ngobrol sama pengunjung lain di sana, katanya mereka makan siang biasa untuk 2 orang kena tarif 250ribu, padahal itu makan siang biasa banget. Jadi jangan sekali-kali deh nekat makan di sana tanpa menanyakan harga terlebih dahulu.

Setelah tahu kondisi komersialisasi yang parah begitu, akhirnya kami cepat-cepat angkat kaki dari sana. Takutnya lama-lama nginjek pasir di sana juga disuruh bayar, lagi -__- Pulaunya memang bagus sih, pantainya juga lumayan. Tapi kalau kondisinya kayak gitu, justru bunuh diri namanya. Lama-lama wisatawan jadi ogah ke sana. Kelihatan banget kalo warga di pulau ini nggak siap jadi tuan rumah sebuah tujuan wisata.

Berbekal snorkling gear seadanya yang kami sewa di Samalona, kami berangkat menuju pulau berikutnya, yaitu Kodingareng Keke. Berbeda dengan kebanyakan pulau di sekitar situ yang padat penduduk, Pulau Kodingareng Keke ini adalah sebuah pulau kosong. Pulau ini berukuran sangat kecil, hanya dibutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk mengelilingi pulau ini. Di pulau ini nggak ada bangunan sama sekali, cuma ada beberapa batang pohon yang berdiri serta semak-semak kecil yang menutupi bagian tengah pulau ini. Tapi terlihat ada sisa-sisa reruntuhan bangunan. Dulunya memang ada sebuah bangunan pos jaga kecil, namun sekarang sudah hancur lebur dihajar oleh ombak. Satu-satunya yang masih tersisa hanyalah dermaga kecil dari kayu yang sudah tidak terpakai. Sayangnya, pulau nggak berpenghuni ini menjadi salah satu jaring penangkap sampah alami. Sampah-sampah dari pulau-pulau lain banyak sekali yang terdampar di sini, sehingga mengurangi kenyamanan.



Ini baru namanya pulau pribadi :D Siang itu benar-benar hanya kami yang berada di pulau ini. Berlama-lama kami menghabiskan waktu untuk snorkling, berjemur, dan foto-foto. Garis pantai yang mengelilingi pulau ini pun cukup landai, sehingga nyaman digunakan untuk bermain air dan mandi-mandi. Sayangnya pasir pantainya bercampur dengan pecahan-pecahan karang yang besar-besar, jadi sebelum pergi ke pulau ini saya sarankan untuk menyewa booties di Samalona sebagai pelengkap snorkling gear.





Untuk snorkling, di sekeliling pulau ini bukanlah tempat yang tepat. Kenapa? Karena jika kita mencoba snorkling di dekat garis pantai, kita cuma akan menemukan sekumpulan besar habitat bulu babi di dasar pantai yang mengelilingi pulau. Namun jika berenang agak jauh dari pantai, kita bisa menemukan spot snorkling yang lumayan. Bahkan bisa dibilang cukup bagus, menurut saya. Nggak kalah dengan dasar lautnya Karimunjawa, walaupun memang nggak begitu luas.


Oya satu lagi, pulau ini memang nggak ada penghuni manusianya. Tapi sebenarnya kalau dibilang nggak berpenghuni juga salah. Karena di pulau ini terdapat kawanan kucing yang tinggal. Jangan salah, kucing-kucing di sini cukup terkenal loh. Setiap pengunjung pulau ini pasti mereka sambut dengan ramah. Percaya atau enggak, dari orang-orang yang pernah mengunjungi pulau ini, salah satu hal yang berkesan adalah keberadaan kucing-kucing ini. Cukup aneh memang, di sebuah pulau kosong yang nggak berpenghuni, kucing-kucing ini bisa survive dan berkembang biak. Agak mustahil sih, mengingat di pulau itu nggak ada sumber makanan yang bisa dimakan oleh kucing. Belum lagi, minumnya. Darimana kucing-kucing ini bisa mendapatkan air tawar untuk diminum? Entahlah. Yang pasti mereka bisa survive sampai saat ini dan menyapa para pengunjung yang datang.



Begitulah, hari terakhir di Makassar kami habiskan untuk bermain-main di dua pulau tadi. Ada yang nggak enak di akhir trip kali ini. Ketika sedang asik snorkling di pinggiran Pulau Kodingareng Keke ini, ada sebuah telepon masuk ke hp saya. Dari maskapai penerbangan saya, mengabarkan bahwa penerbangan saya dimajukan beberapa jam -__- Yang tadinya flight pukul 9 malam, dimajukan menjadi pukul 17:30 sore. Padahal saat itu sudah siang menjelang sore. Akhirnya setelah mendapatkan kabar itu, dengan segera kami balik ke kota Makassar, dan kemudian packing. Huh, bener-bener nggak enak rasanya, ketika sedang enak-enaknya snorkling di tengah laut, tiba-tiba harus pulang dengan mendadak. Tapi sudahlah..

Kota Makassar Dilihat DariKondingareng Keke

Sebelum berpisah, kami berempat menyempatkan diri untuk makan siang bareng di salah satu restoran yang legendaris di Kota Makassar, yaitu Konro Karebosi. Yah sekedar melakukan proper goodbye party kecil-kecilan, karena biasanya untuk grup yang anggotanya "ketemu dijalan" seperti kami sepertinya nggak akan pernah bisa ngumpul bareng seperti ini lagi. Jadi kami putuskan untuk meluangkan sedikit waktu lebih, walaupun sebenarnya saya sudah dikejar jadwal pesawat.

Well then, goodbye Makassar. Saya pasti akan kembali lagi :)
Saturday, May 18, 2013
2 comments :
  1. Ahh mase tidak ngabar2i, daku kan di makassar... #sok penting

    2 tahun di Makassar ini belum pernah menginjakkan kaki ke samalona. Gara2 gosipnya yang super komersial itu, jarene duduk di pante aja kon bayar.... males deh...

    Konro karebosi jarene kurang asli mas .. sing oye ki konro bawakaraeng..tur yo lebih enak rasane (baca : banyak MSGnya heheee)

    ReplyDelete
  2. oh iyaa, km di Makassar ya, lupa hehe
    Yah gitulah, emang dikomersilkan banget, wisatawannya malah jadi takut duluan mau kesana.

    Kemarin taunya cuman Konro Karebosi sih, jadinya WYSIWYG :D

    ReplyDelete