Versi Rapi
Sekedar Posting
Ngga kerasa, sudah tiga minggu sejak gue aku cabut dari Jogja, dan tepat sebulan aku gak posting. Dan thanks teman-teman, masih selalu ada yang bilang, "kapan kamu balik ke jogja", atau "kok lama banget di rumah" seolah-olah aku cuman pulang ke bali untuk liburan semester :D

Fyuhh, begitu banyak yang sebenarnya bisa diceritakan. Mulai dari hal-hal menyenangkan hingga yang pahit-pahit. Tapi rasanya gak perlu aku tulis di sini, demi menjaga konsistensi bahwa isi blog ini nggak pernah penting, tanpa campur tangan emosi ataupun perasaan-perasaan individual yang subjektif.

Hehe, whatever! *diucapkan ala Michelle nya Kejar Tayang*

By the way, mulai gerah sendiri jadi pengangguran begini. Meninggalkan jogja berarti menutup akses freelance buat sekedar memperpanjang nafas. Dan, yah, sekarang tiap hari menikmati hidup udah mulai kerasa berat. Pengeluaran yang makin lancar berbanding terbalik dengan pemasukan yang makin seret. Huph..

Si Bapak juga udah mulai ngomelin, disuruhnya aku cepet-cepet balik ke jogja en ngambil studi S2. Tapi entah kenapa rasanya berat banget (baca: males) ninggalin Rectoverso yang sedang aku baca. Hehehe. Aku tetap pada idealisme-ku, semua yang sudah kurencanakan sebelumnya di kepala tetap harus berjalan. S2 itu prioritas sampingan, lebih baik sejenak berhenti. Berhenti, mengambil ancang-ancang untuk berari dan melompat jauh ke depan. Halahh, sok-sokan bgt yah gue :p

By the way, Rectoverso? Hari gini? Hehe, iya, iyaaa. Aku memang selalu telat untuk segala hal. Karya sastra hibrida milik Dee alias Dewi Lestari ini memang booming-nya udah lebih dari setahun yang lalu. Baik bukunya maupun album musiknya. Dan saat itu aku cuman "oohh" aja denger salah satu kisahnya "Malaikat Juga Tahu" diputer dan dinyanyiin semua orang, ataupun melihat paket 2 in 1 nya dipajang di rak-rak toko buku. Sama sekali enggak -atau lebih tepatnya belum- tertarik untuk baca. Tapi sekarang, aku terkagum-kagum dengan gaya menulis Dee yang makin terasa nyata. Dulu kupikir serial Supernova tuh sudah titik puncak bakatnya menulis, karena buku Dee setelahnya, kumpulan cerita dan prosa berjudul Filosofi Kopi (yang notabene karya sastra terbaik 2006 versi majalah tempo) terasa agak lebih 'biasa'. Sekarang baru tau Rectoverso ternyata juga kick ass, sama jeniusnya dengan Supernova. Bedanya, kalo Supernova jenius dalam konteks batas-batas sains dan akal pikiran, Recto Verso jenius dalam konteks perasaan manusia. Bagaimana Dee menceritakan masalah-masalah yang sudah sering kita temui sehari-hari sedemikian rupa hingga pembaca tetap takjub membacanya. Kekuatannya bukan pada cerita, tapi lebih pada cara menceritakan. Dee dengan hebat mampu menuliskan perasaan-perasaan yang aku pikir nggak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Dia juga membuktikan bahwa bukan cuman kata-kata dan syair lagu yang bisa bercerita, tapi juga gambar, foto, sketsa, ilustrasi, bahkan penulisan paragraf, spasi antar huruf, dan tanda-tanda baca pun bisa mengungkapkan makna.

Keren deh pokoknya, susah jelasinnya. Cuman Dee yg bisa jelasin :P Lagian, udah pada baca juga kali ya. Hehe. Maklum, seleraku memang aneh. Saat ada film, album lagu, ato buku yang sedang booming, gue cuek aja, ngga tertarik. Bukannya nggak tau ato nggak up to date sama trend, hanya nggak tertarik. Tapi saat orang-orang mulai lupa judul itu, gue malah baru meliriknya. Hehe.

Jadi bisa ditebak, sepertinya baru tahun depan gue akan baca Perahu Kertas, padahal novel Dee yang terbaru itu udah nangkring di lemari kamar sebelah sejak lebaran kemarin. Hehe..





Lah, kok jadi "gue" lagi? "aku"!! ergh..
Friday, February 19, 2010
No comments :

Post a Comment