Versi Rapi
I'm Sherlocked

Walaupun gue lumayan suka baca fiksi tentang konspirasi, tek-teki, dan detektif, dari dulu gue nggak pernah tertarik sama cerita-cerita jadul macem Nancy Drew atau Sherlock Holmes. Fakta bahwa Sir Arthur Conan Doyle menulis Sherlock Holmes pada akhir tahun 1800an menguatkan alasan untuk nggak perlu membaca novelnya. Gue pikir teka-teki dan misteri pada jaman segitu sudah pasti nggak akan relevan lagi di jaman modern begini. Jamannya Sir Arthur, Alfred Hitchcock, dan Agatha Cristie sudah berakhir. Sekarang jamannya Dan Brown.

Gue juga nggak pernah respek sama serial TV berbau crime scene macem The X-Files atau CSI dan selusin spin-offnya. Buat gue sama saja dengan sinetron. Lebay dan terlalu exploitatif. Absurd.

Waktu di Jakarta minggu lalu, gue sempat nginep di lokalisasinya Purce. Malem minggu. Earth Hour. Gelap-gelapan di kamar berdua macem homo. Daripada bete, akhirnya si Purce nyetelin gue Sherlock. Waktu itu gue cuma tahu Sherlock itu adalah serial TV di BBC, salah satu dari sekian banyak remake dari kisah Sherlock Holmes. Waktu itu gue yakin remake yang ini pasti sama membosankan seperti remake yang sudah-sudah. Dan gue sedikit nggak percaya kalo Purce mau nonton sampah macem begini, karena gue tahu seleranya lumayan.

Ternyata gue salah.

Sherlock yang ini sama sekali bukan sinetron crime scene sampah ala Amerika. Jauh dari itu, serial ini ternyata kental dengan suasana Inggris yang elegan. Kehidupan masyarakat Inggris yang biasa, teka-teki dan misteri yang nggak 'maksa', drama emosionalnya juga nggak dibuat-buat. Dan satu yang gue salut, serial ini punya pemeran utama dengan karakter yang kuat, made me fell in love at the first sight, yeah. Haha. BBC always done great jobs. Serial TV terbaik sejak Smallville season 1 menurut gue.

Serial ini memang menceritakan tentang kisah Sherlock Holmes, si detektif yang super populer itu. Tapi sudah dimodernisasi. Kalau Sherlock Holmes tahun 1887 selalu bawa-bawa cerutu dan kaca pembesar dengan lensa dan gagang, Sherlock yang sekarang sudah pakai nikotin patch dan magnifier yang berbentuk slide. Dan yang pasti hanya sesekali jaket coklat tebal dan topi konyol bermuka dua nongol di kepalanya. Diganti dengan blazer panjang sampai mata kaki dan syal biru gelap.

Untuk ceritanya, rata-rata casenya masih sama dengan cerita Sherlock Holmes yang dulu. Cuman dimodifikasi di sana-sini. Kisah "Study in Scarlet", misalnya. Di sini dimodifikasi menjadi "Study in Pink". Lebih funky. Alur besarnya musuh utama masih tetap Profesor Moriarty, namun digambarkan lebih psikopat, lebih gila, dan lebih gaul.

Dan uniknya, satu season di serial ini hanya berisi 3 episode. Aneh. Tapi dengan begitu kualitas tiap episodenya tetap terjaga. Nggak seperti CSI dan kawan-kawan. Gue bilang sejauh kualitasnya hampir selevel sama film bioskop, namun dengan take ala mini seri.

Yang pasti, serial Sherlock ini jauh dari kesan kuno. Full of gadgets, malah. Gadget-gadget canggih dan arsitektur bangunan kuno ala Inggris, musik orkestra klasik, semuanya bercampur di serial ini. Ditambah dengan wajah khas Benedict Cumberbatch yang super cool, rasanya 6 episode dalam dua season itu bener-bener kurang :p
Friday, April 6, 2012
No comments :

Post a Comment